Tulisan ini akan menceritakan motivasi penulis menulis opini. Ada dua hal yang utama : jenang dan jeneng. Dua kata ini saya ambil dari salah satu penulis tanah air yang, jujur,  menjadi salah satu inspirasi bagi saya untuk bisa menulis, mas Agus Irkham. Dari buku  Prigel Menulis Artikel by Agus M. Irkham | Goodreads, saya semakin menggebu-gebu untuk bisa menjadi seorang penulis opini.  

Jenang

Kembali ke jenang dan jeneng. Kata jenang berasal dari bahasa Jawa yakni bubur halus. Dalam artian lebih luas, jenang sebagai motivasi saya untuk menulis adalah pendapatan. Tulisan bisa menjadi sumber penghasilan, baik sebagai main income maupun side income.

Pada awal-awal menulis di masa kuliah, saya menjadikan menulis sebagai tambahan uang saku bulanan. Honor menulis pertama saya Rp450 ribu, angka tersebut 1,5 kali dengan uang saku bulanan saya di 2006. Uang tersebut diberikan Kompas Jateng (sekarang koranya sudah tidak ada) atas tulisan yang dimuat di Rubrik Opini Mahasiswa pada Jum’at, 10 Maret 2006. 

Nominal Rp450 sangat berarti bagi penulis. Saya ingat membeli flash disk berkapasitas 128 MB seharga Rp150 ribu dengan uang hasil menulis tersebut. Pen drive berkapasitas 0,128 giga tersebut pada zamannya sudah masuk kategori kasta ningrat di tengah floppy disk yang masih umum digunakan.

Floppy Disk Kapasitas 1,44 MB  

Sumber : 13 Different Types of Storage Devices/Drives in Computer Systems (Guide) (tech21century.com)

Jeneng

Selain jenang, jeneng (berarti nama-pen)juga menjadi motivasi menulis (meski belakangan motivasi tersebut menjadi nomor sekian dan jeneng hanya efek ikutan). Efek jeneng langsung terasa tidak lama setelah tulisan dimuat. Pada Senin, dua hari pasca tulisan dimuat, saya diminta untuk menjelaskan tulisan saya di depan kelas Mata Kuliah Perekonomian Indonesia.

“Siapa yang minggu kemarin tulisannya dimuat di Kompas (Kompas Jawa Tengah-DIY)?”, tanya dosen ke para mahasiswanya.

Kelas hening. Saling pandang. Tidak ada yang respon. Dosen saya mengulangi kembali pertanyaannya. Pada pertanyaan kedua saya baru jawab “Saya Pak,”

Dosenpun meminta saya maju ke depan kelas guna menjelaskan isi tulisan.

Sebagai orang yang awalnya minderan untuk berbicara di depan umum, ngomong dimuka umum adalah konstrain terbesar. Keringat segede butir jagung bercucuran, meski tidak separah kejadian lima tahun sebelumnya dibangku kelas 2 SMU. Ketika itu harus memberikan pidato di depan kelas sebagai bagian dari tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

Keringat segede jagung bercucuran. Baju basah kuyup.

Sebelum selesai materi, Guru Bahasa Indonesia saya menyetop saya. Untung, baju tidak semakin basah kuyup.

Klo tidak, saya bisa masuk angin.  

Bagi saya pribadi kejadian hari Senin tersebut menjadi turning point dalam kehidupan saya. Saya yang pendiam, harus menerima konsekuensi untuk lebih diketahui oleh khalayak  yang lebih luas sebagai efek dari terminologi motivasi jeneng.