Siapa suka minum teh ? Tradisi minum teh sudah menyebar ke hampir semua lapisan masyarakat di Indonesia. Mulai dari kota hingga desa, mulai dari hotel bintang 7 hingga pinggir sawah. Teh juga sudah menjelma keberagaman produk turunan mulai dari teh tubruk yang diseduh oleh para sinoman ketika menyajikan teh hangat kepada para tamu undangan sebuah hajatan di pelosok desa hingga teh Matematika, yang menjadi nama produk sebuah  franchise teh di Indonesia.

Read more: Bagian 2 – Patehan : Pengalaman Mengikuti Global Future Fellows (GFF) 2023: Achieving Food Security Amid Global Tensions

Lebih lanjut, patehan sudah menjadi food culture sejak awalnya. Hal ini merefer pada definisi food culture yakni the beliefs, attitudes, and practices related to producing and consuming food[1]. Pada awalnya, patehan merupakan rutinitas minum the keluarga keraton Yogyakarta (Sultan dan Keluarganya) setiap pukul 6 pagi, 11 siang, dan 16 sore. Patehan sendiri diambil dari gedhong (gedung) Patehan dimana acara minum teh dilaksanakan. Para abdi dalem memulainya dengan mengambil air dari Sumur Nyai Jalatunda dan menjerang air sumur itu hingga mendidih dan kemudian menyeduh teh[2].

Patehan memiliki kekhasan berupa teh yang memiliki nasgitel alias panas, legi, kenthel. Komposisi teh semacam ini sangat awam bagi kalangan masyarakat Jawa karena di dalam teh nasgitel terdapat nilai-nilai kehidupan yang baik. Teh nasgitel itu ibarat kehidupan, selalu ada yang pahit, wangi, panas, dan kental. Teh nasgitel yang disajikan dengan gula batu itu diibaratkan sebagai bentuk dari kenikmatan hidup. Namun sebenarnya, tidak dari rasanya saja, tapi filosofi kebahagiaan selalu diperoleh melalui kerja keras dan tempaan waktu. Bila teh yang panas bertemu dengan gula batu yang mencair bersama sehingga menghasilkan rasa yang pas, itulah keseimbangan hidup[3].

Patehan pada acara GFF ini diselenggarakan di Royal Pendopo Ambarukmo. Pendopo ini dibangun pada tahun 1857[4] (pada kayu rangka pendopo tertulis 1859). Pendopo ini merupakan pendopo yang diperuntukkan bagi tamu-tamu Sultan Yogyakarta yang hendak bertemu Sultan di Keraton, terutama tamu dari Kasultanan Surakarta.

Bagian Plafon Pendopo Agung Royal Ambarukmo dengan Tulisan Tahun 1859.

Patehan sebagai warisan budaya dan juga food culture, menjadi salah satu menu makan malam hotel Royal Ambarukmo. Saya melihatnya ini merupakan sebuah kolaborasi kultural antara tradisi dengan kehidupan modern yang bisa menjadi atraksi wisata yang menarik.

Selain patehan, di Indonesia ada beberapa food culture minum teh yang tidak hanya bergaya sultan, tapi merakyat. Diantaranya adalah teh Poci dari Tegal Jawa Tengah, Nyaneut dari Garut Jawa Barat, dan Nyahi dari Betawi[5]. Selain itu semua terdapat satu culture food yang sudah merakyat di kalangan warga desa, terutama di Jawa, adalah tradisi sajian the panas-manis di acara kenduri/hajatan. Meski sudah ada gempuran air mineral yang praktis, keberadaan minum teh yang masih hangat menjadi salah satu simpul intensi bertemunya para sinoman yang pada acara kenduri atau hajatan.

Sajian teh panas mengharuskan persiapan lebih lama dibandingkan dengan sekadar air mineral. Sajian teh panas memerlukan proses menggodok air putih, membuat “master” air teh, menyiapkan ratusan gelas, menuangkan teh ke dalam gelas hingga proses pencucian gelas pasca acara. Kesemuanya itu memerlukan gotong royong yang melibatkan tidak sedikit orang. Berbeda halnya jika penyajian air minum menggunakan air mineral. Tidak ada rangkaian proses penyajian minuman hingga penyucian gelas. Penyajian air mineral dalam sajian hajatan memerlukan orang lebih sedikit dibandingkan dengan penyajian teh. Penyajian air mineral dalam hajatan mengikis budaya gotong royong atau sebaliknya, penyajian air mineral dalam acara kenduri atau hajatan sebagai adaptasi dari budaya gotong royong yang semakin terkikis di desa ?


[1] Food Culture: 30 UNESCO Culinary Traditions Around the World (wander-lush.org)

[2] Tradisi Patehan Keraton Yogyakarta – Kompas.id

[3] Mengenal Falsafah Hidup dari Tradisi Minum Teh Ala Keraton Yogyakarta (goodnewsfromindonesia.id)

[4] Sejarah Hotel Royal Ambarrukmo dan Pemiliknya, Lokasi Pernikahan Kaesang Pangarep (bisnis.com)

[5] 4 Tradisi Minum Teh di Indonesia, dari Gaya Sultan hingga Gaya Merakyat Halaman all – Kompas.com