Dalam Nota Keuangan RAPBN 2020, belanja Kementerian/Lembaga (K/L) direncanakan sebesar Rp 884,6 triliun. Sementara anggaran transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 858,8 triliun, meningkat sekitar Rp 45 triliun dibandingkan dengan APBN 2019.
Pemerintah menyampaikan bahwa anggaran transfer ke daerah dan dana desa pada RAPBN 2020 ini dimaksudkan untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas pelayanan publik, mengurangi ketimpangan antardaerah, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun di mata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, upaya tersebut tidak akan berjalan optimal apabila pengelolaan belanja transfer ke daerah dan dana desa dilakukan secara sporadis.
Adapun yang dimaksud sporadis adalah tidak adanya koordinasi antara dua jenis item belanja tersebut (transfer ke daerah dan dana desa) dan juga antara transfer ke daerah+dana desa dengan belanja K/L pusat. Dengan kata lain, belanja yang saling melengkapi atau mendukung antarjenis belanja.
Rusli memberi contoh Kementerian Sosial dan Kementerian Koperasi dan UMKM yang memiliki belanja program. Misalnya Kementerian Sosial memiliki Program Keluarga Harapan (PKH), Kementerian Koperasi dan UKM memiliki belanja program peningkatan UKM di sebuah desa A, sedangkan pemerintah kabupaten/provinsi juga memiliki program kegiatan di desa A tersebut. Di sisi lain, dalam desa A ini juga terdapat program dana desa. “Keempat jenis program tersebut terkadang tidak saling terhubung atau berjalan sendiri-sendiri,” kata Rusli Abdullah, di acara diskusi Indef, Sabtu (24/8/2019).
Menurut Rusli, idealnya keempat jenis belanja tersebut harus saling terkait dan melengkapi. Contohnya untuk program PKH, bagi keluarga yang sudah mentas/terlepas/lulus dari program PKH, diharapkan menjadi sasaran program dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa setempat. Misalnya, anggota keluarga yang lulus sekolah dari keluarga penerima PKH bisa diutamakan untuk terlibat dalam pengelolaan BUMDes yang merupakan bagian dana desa. “Sehingga anggota keluarga tersebut tidak perlu mencari pekerjaan di luar desa,” kata Rusli Abdullah.
Contoh lainnya terkait program pengembangan UMKM oleh Kementerian Koperasi dan UMKM atau Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikoordinasikan oleh Kementerian koordiantor Bidang Perekonomian. UMKM yang berada pada naungan program tersebut bisa menjadi partner dalam pengembangan BUMDes. Misalnya UMKM program dari Kementerian Koperasi dan UKM bergerak di sisi budidaya perikanan darat, sementara dana desa melalui BUMDes bisa diarahkan untuk menjadi unit usaha pengolahan hasil perikanan darat tersebut dengan pekerja utama berasal dari kelurga program PKH.
“Kolaborasi seperti itu terlihat kecil, tapi apabila diaplikasikan di setiap program atau wilayah, maka ada potensi tercipta desa atau kawasan perdesaan yang memiliki skala industri menengah dari hulu hingga hilir. Jadi, seberapa pun besar dan banyaknya anggaran transfer ke daerah dan dana desa, apabila tidak ada unsur kolaborasi, tujuan dari transfer daerah dan dana desa tidak akan optimal, bahkan bisa gagal dalam mencapai tujuannya,” ujar Rusli Abdullah.
Sumber : Beritasatu.com, 25 Agustus 2019