Rusli Abdullah's Blog

-thinking-reading-writing-sketching-traveling-


Segera Sahkan RUU Sumber Daya Genetik!

Permasalahan pemulia benih seperti Tgk Munirwan di Aceh sebetulnya adalah masalah hak cipta atau royalti. Seseorang memang dilarang untuk mengembangkan benih yang semula berasal dari atau benih jagung merek x yang telah dipatenkan oleh korporasi misalnya, lalu ada pihak yang mengembangkan lebih lanjut benih tersebut, maka dia bisa kena delik hak cipta dan bisa dituntut secara hukum.

Pada titik ini kiranya pemerintah memang mengalami dilema. Di satu sisi dia harus tunduk pada Undang-undang tentang hak cipta atau royalti, sedangkan di sisi lain dia harus memikirkan tentang inovasi benih yang telah dikembangkan oleh para petani kita. Di situ kita paham terjadi satu kebuntuan tentang masalah ini.

Ihwal penciptaan 1000 Desa Mandiri Benih meski kita tidak tahu persis benih darimana yang diambil, tapi mungkin saja itu adalah benih dari korporasi dan bukan benih sendiri.

Penanganan ke depan untuk masalah perbenihan yang bisa diusulkan adalah Pertama, Pemerintah hendaknya harus mendukung inovasi benih padi lokal oleh petani. Jangan tergantung pada benih padi yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar atau korporasi.

Kedua, Saat ini sedang digodok di DPR RUU Sumber Daya Genetik yang diusulkan oleh DPD Komite II. Kalau disetujui, Undang-undang itu akan menjamin semua varietas benih lokal di Indonesia. Di desa-desa kita mungkin banyak varietas lokal tertentu. Benih varietas lokal itu sudah seharusnya dilindungi jangan sampai kemudian dibeli oleh korporasi dan dijadikan hak cipta korporasi bersangkutan.

Oleh karena itulah pemerintah harus mendukung RUU Sumber Daya Genetik agar melindungi varietas lokal petani di seluruh Indonesia. Kalau dia secara genetik memang asli berasal dari Indonesia maka tidak ada salahnya petani ataupun perusahaan yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengembangkan sendiri inovasi benih tersebut. Atau dikembangkan sendiri oleh semacam balai pemulia benih.

Peristiwa penahanan petani seperti di Aceh, memang semacam kewajiban pemerintah untuk memastikan perlindungan terhadap hak cipta yang sudah ada, tapi hendaknya pemerintah juga jangan ambigu dan secara sadar telah memasung kreativitas petani kita sendiri.

Artikel diambil dari Watyuthink.

Advertisement


Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

About Me

Lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 16 Januari 1985. Menyelesaikan pendidikan S 1 nya di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FEB UNDIP Semarang (2008) dan Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas yang sama (2011-2013). Merintis karir sebagai peneliti diawali menjadi Asisten Peneliti di Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi (LSKE) FEB UNDIP pada 2006. Setelah lulus Sarjana pernah menjadi wartawan ekonomi Suara Merdeka dan bergabung dengan Institute for Economics Research and Social Studies (interess) Semarang 2009-2014, dan Pusat Kajian Pembangunan, LPPM Universitas Diponegoro tahun 2011-2013. Sejak April 2014-sekarang bergabung dengan INDEF. Email : rusli.abdulah@indef.or.id, Twitter : @rabdulah

Newsletter

%d bloggers like this: