Jebakan kelas menengah (middle income trap) akan menyambangi Indonesia jika syarat mutlak naik kelas menjadi negara  berpendapatan tinggi gagal diupayakan. Syarat tersebut utamanya  adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Jika tidak, Indonesia akan jalan di tempat bertengger sebagai negara berpendapatan menengah (country with middle income trap). Imbasnya, cita-cita mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih sejahtera tidak akan terwujud.

Jebakan kelas menengah adalah kondisi sebuah negara berpendapa-tan menengah mengalami stagnasi, tidak mampu naik ke kelas negara berpendapatan tinggi dalam kurun waktu tertentu. Standar internasional menyebutkan sebuah negara masuk jebakan kelas menengah apabila negara tersebut jika berkutat dalam kelas pendapatan menengah selama 42 tahun.

Indonesia belum dikategorikan sebagai negara middle income trap.Hal ini dikarenakan Indonesia baru menjadi negara kelas pendapatan menengah di awal tahun 1990-an. Jika merunut waktu, maka sisa waktu untuk terhindar dari middle income trap memang masih 20 tahun lagi.

Namun, jika tidak ada perubahan kinerja ekonomi, ancaman Indonesia masuk middle income trap semakin nyata.

EMPAT SYARAT

Perbaikan kinerja ekonomi mutlak diupayakan guna mewujud-kan pertumbuhan ekonomi yang mampu memenuhi permintaan barang dan jasa kelas menengah yang terus mengalami peningkatan.

Untuk mampu menciptakan kondisi tersebut pertumbuhan ekonomi setidaknya harus mendapat dukungan infrastruktur, sumber daya manusia, sumber daya modal dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Dari keempat syarat, baru satu yang bisa dipenuhi oleh Indonesia, yakni sumber daya manusia. Itupun baru kuantitas, belum menyentuh pada tataran kualitas.

Infrastruktur Indonesia masih mengenaskan. Meski dalam laporan Competitiveness Index 2013 peringkat umum Indonesia naik dari 50 menuju peringkat 38 serta komponen infrastruktur naik dari peringkat 78 menjadi peringkat 61, kondisi infrastruktur di Indonesia masih men-jadi salah satu komponen penyebab inefisiensi usaha. Kadin mencatat biaya logistik bisnis di Indonesia mencakup 17% dari total biaya produksi. Angka ini masih jauh dari benchmark efisien yakni 10%.

Pemasalahan infrastruktur, ter-lebih pemerataannya ke daerah, terus menjangkiti perekonomian kita. Sudah menjadi rahasia umum jika pemerintah daerah memiliki keterbatasan kapasitas fiskal dalam alokasi belanja infrastruktur.

Di Provinsi Jawa Tengah, belanja modal 35 kabupat-en/kota, yang di dalamnya terdapat belanja infrastruktur, pada 2012 rata-rata hanya 16,93% dari total belanja.

Itupun tidak semua dialokasikan untuk belanja infrastruktur, sehingga bisa dipastikan angka belanja infrastruktur riil lebih kecil dari angka tersebut.

Permasalahan itu akan terus menjangkiti apabila tidak ada per-hatian lebih dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah pusat perlu memunculkan skenario yang memungkinkan adanya peningkatan kapasitas fiskal pemerin-tah daerah guna mengatasi kebun-tuan belanja infrastruktur.

Salah satu skema yang saat ini establish  dan bisa dioptimalkan adalah kerja sama pemerintah-swasta (KPS) untuk pembangunan proyek infrastruktur semisal jalan tol, waduk, pelabuhan serta banda-ra, yang bisa menambah dan memperlancar suplai barang dan jasa.

Syarat kedua untuk lepas dari middle income trap  adalah sumber daya manusia, terutama kualitasnya.

Secara alamiah kita sudah memiliki modal dasar yakni jumlah penduduk yang besar. Lebih dari itu, pada 2020, kita akan mendapati bonus demo-grafi di Indonesia. Bonus demografi adalah kondisi ketika jumlah penduduk produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif (0-14 tahun dan >64 tahun). Momen bonus demografi ini berada pada satu dasawarsa terakhir periode sebelum middle income trap tiba yakni pada 2030-an.

Bonus demografi akan men-jadi pendorong perekonomian apabila tenaga produktif yang melimpah tersebut tidak masuk ke jurang pengangguran. Syarat untuk menghindarkan mereka dari pengangguran adalah lapangan pekerjaan.

Jalan yang  bisa ditempuh untuk membuka lapangan kerja adalah investasi langsung, bukan portofolio, yang diakselerasi dengan pasar barang-jasa, terutama ekspor.

SUMBER DAYA MODAL

Syarat ketiga adalah sumber daya modal. Sumber daya modal (capital ) merupakan satu dari beberapa faktor penentu pertumbuhan ekonomi, selain tenaga kerja dan teknologi. Ketersediaan kapital dalam sebuah perekonomian yang cukup akan mem-berikan peluang besar bagi per-tumbuhan ekonomi yang tinggi.

Di Indonesia ketersediaan modal belum sepenuhnya linear dengan pemanfaatannya.

Selain itu, literasi keuangan masyarakat kita yang masih rendah, terutama pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia, menjadikan mereka susah mengakses permodalan.

Imbasnya, kapasitas produksi terbatas dan tidak berkembang. Pada beberapa kasus, peluang pasar yang terbuka lebar bagi UMKM tidak bisa dipenuhi lantaran kapasitas produksi yang terbatas akibat ketiadaan permodalan guna ekspansi kapasitas produksi.

Menjadi tugas pemerintah dan industri perbankan untuk meningkatkan literasi keuangan, bukan hanya dalam pengetahuan produk, tapi juga aksesibilitas pelaku UMKM ter-hadap modal.

Syarat keempat, tata kelola pemerintahan yang baik.Indikator pertama yang bisa dijadikan sebagai bahan penilaian tata kelola pemerintahan yang baik adalah korupsi.

Di Indonesia, korupsi sudah bersifat massif yang menjalar dari pusat hingga daerah. Keberadaan korupsi ini akan berakibat pada munculnya tata kelola pemerintah yang tidak transparan dan tidak efisien.

Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya pun akan bersifat distorsif yang berujung pada inefisienasi perekonomian. Lebih lanjut, inefisiensi ini akan berpengaruh terhadap daya saing perekonomian kita.

Pada 2012, Corruption Perspective Index (CPI) Indonesia berada pada posisi 118 dengan skor 32, dari 174 negara. Di sisi lain, CPI tersebut menggambarkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Dengan kata lain, birokrasi di Indonesia belum efisien dan transparan.

Penulis berharap, Presiden Jokowi bisa mendorong KPK mengoptimalkan kewenangannya guna melakukan pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih.

Semoga dua dasawarsa tersisa untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah bisa dilalui setidaknya dengan pemenuhan keempat syarat di atas. Jika pemenuhan keempat syarat tersebut di atas bisa terpenuhi, setidaknya jalan untuk mewujudkan cita-cita mulia konstitusi kita yang dirumuskan para bapak pendiri bangsa terbuka lebar.

(*) Pernah dimuat di Harian Bisnis Indonesia, Kamis (30/10/2014)